# Kisah Hujan; dan Kau tentunya

Hey, sudahkah kau baca pesanku untukmu pagi ini?

Kubilang jangan lupa pakai jaket.

Terlalu singkatkah? Harusnya kau tahu, dibalik kalimat itu banyak yang kusampaikan padamu, kubilang kau harus jaga kesehatan, karena pagi ini cuaca teramat dingin, dan aku tahu kau akan mudah terserang alergi di cuaca macam ini. Kukatakan pula kau akan manis kalau mengenakannya, karena kali pertama kita bertemu aku menemukanmu dengan jaket abu-abu dan topi hijau itu. Di hari berhujan, saat aku terguyur hujan, dan kau menyodorkan payung jingga itu di atas kepalaku.

Tahukah kau, selama ini kukira tak ada yang peduli padaku, kupikir bahkan jika aku berteriak kesakitan pun tukang becak akan tetap mengayuh pedalnya perlahan, dan gerobak siomay akan melaju begitu saja melewatiku. Jadi, ketika aku basah kuyup, sampai sepatuku penuh dengan air dan aku sudah kesulitan membuka mata karena hujan deras yang mengguyur bumi ini, kukira manusia di sekitarku akan tetap seperti sedia kala, berlalu lalang dengan kendaraannya, bermantel, berjaket, berhelm, kaca mobil tertutup rapat, ibu-ibu yang lewat sambil membawa payung besar menggandeng anaknya yang baru pulang TK melintas tanpa menengok padaku, bahkan seekor anjing Siberian Husky di depan sebuah rumah megah dengan rantai di leher hanya menatapku malas.

Kukira laju kakiku akan sama, aku melangkah dengan tergesa, kemudian yang selanjutnya terjadi akan seperti biasanya, aku mencapai kamar kosku dan mengguyur seluruh tubuhku. Seluruh tentu saja, termasuk sepatu kedsku, jaket parasut biruku, dan jeans belel yang lututnya kini sudah menunjukkan pertanda akan segera robek.

Tapi kau disana, menemukanku, menjajari langkahku, dan menghentikan gerakku seketika.

Siapa kamu?.

Aku tengadah berusaha menatap wajahmu, karena tinggimu yang menjulang menyulitkanku untuk dapat dengan mudah menatapmu. Dengan pencahayaan yang buruk, kulihat sepasang alis tebal milikmu, kemudian kedua matamu.

Oh tuhan.

Tolong sadarkan aku sekarang, apa yang terjadi pada mata itu? Sorotnya begitu lembut dan hangat, seakan mampu membuatku mencair seketika jika terlalu lama berdekatan dengannya, namun pada saat bersamaan membuatku terkesan, tentu saja, bahkan membuat debar jantungku tak beraturan. Lututku ikut berkonspirasi dan kini terasa lemas. Ada sesuatu yang baru menyeruak, rasanya seperti hangat dan perutku terasa geli sekaligus mulas.

Kita tak terlibat pembicaraan ; yang singkat, padat, panjang, ataupun bertele-tele. Kau hanya mengiringi langkahku sambil tetap menjaga posisi kita brdua beriringan sehingga memungkinkanku tak kehujanan lagi. Menyamakan langkah tungkai kakimu yang panjang dan langsing dengan tubuhku yang kecil dan pendek-pendek.

Namun di depan pintu kosku, sesaat sebelum kau pergi,--- kukira kau akan pergi begitu saja ---. Kau membisikkan sebuah kata ; penanda, identitas makhluk di hampir seluruh dunia ini. Namamu.

“Maria...”.

Komentar

Postingan Populer