Bertemu
Aku menatapnya berkedip.
Ah, matanya selalu sama seperti sebelumnya. Tajam dan tenggelam dalam dunianya.
Aku tak perlu tahu apakah jika dia menatapku akan terasa sama seperti sebelumnya. Seperti ketika kami pertama kali bertemu, bersinggungan, dan tertawa bersama.
Aku tak membutuhkan itu.
Aku tak menginginkan diriku tahu bahwa tatapan itu sudah tak ada lagi disana.
Aku bahkan tak menginginkan dia menyadari keberadaanku disini.
Ada banyak awan pertanyaan menggelayuti benakku saat ini. Mengenai keberadaannya. Mengenai kenapa tiba tiba setelah sekian lama kami harus bersinggungan lagi. Atau tepatnya, kenapa aku harus tak sengaja menyadari keberadaannya lalu dengan sert merta harus mengakui bahwa dia masih tersimpan erat. Tak pernah kubuang, aku hanya sekedar lelah hingga tak ingat bahwa lukanya tak sembuh benar. Dia hanya menunggu waktu yang tepat untuk menunjukkan padaku bahwa dia membekas dan menginfeksi.
Aku benci bagaimana dunia terasa sesak setelah sosoknya muncul. Aku merasakan pengap yang luar biasa hingga kepalaku berkabut. Padahal tak ada yang dilakukannya selain muncul sekilas kemudian menghilang.
Lalu kemudian kenapa aku harus sangat kerepotan menghadapi badai ini sendirian?. Dia bahkan sangat mungkin sudah tidak mengingatku sebagai bagian dari cerita hidupnya.
Bagaimana kemudian segala tentang dirinya membanjiri kepalaku, memenuhi hatiku hingga aku lupa berdiri tegak.
Aku belum selesai.
Tapi ternyata masih seperti sebelumnya, aku juga belum siap untuk menyelesaikan.
Lalu aku kembali. Seperti sebelumnya.
Lagi
Dan lagi.
Kupeluk diriku, belum saatnya.
Komentar
Posting Komentar